Penguatan Nilai-Nilai Moderasi Beragama untuk Siswa-Siswi SMA/K
Bantul (Kankemenag) - Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bantul melalui Seksi Pendidikan Agama Islam (PAIS) selenggarakan kegiatan Implementasi Penguatan Moderasi Beragama untuk Ekstrakurikuler Rohis SMA/K di Kabupaten Bantul. Kegiatan diikuti oleh 35 peserta di Waroeng Omah Sawah, Kamis (09/03) dengan menghadirkan narasumber Nur Wastuti Setyowati dari Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul.
Dalam laporan ketua panitia yang disampaikan Kasi PAIS, Bambang Inanta menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Republik Indonesia melalui Siswa-siswi di sekolah masing-masing khususnya melalui Ekstrakurikuler Rohis.
“Penguatan Moderasi Beragama pada Kegiatan Ekstrakurikuler Rohis SMA/K merupakan salah satu upaya untuk merefresh kembali agar dunia pendidikan tidak terkontaminasi dengan radikalisme, serta diharapkan menjadi pemersatu di tengah-tengah masyarakat,” kata Bambang.
“Menjalankan amanah sebagai anggota Rohis di sekolah memang tidak mudah, sehingga kami rasa perlu untuk mengundang adik-adik Rohis agar bisa diarahkan menjadi lebih memahami mengenai moderasi beragama sesuai dengan program pemerintah yang saat ini sedang dicanangkan. Tujuannya agar dapat menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas, perlu kami tanamkan mengenai penguatan moderasi beragama,” Kata Ahmad Shidqi, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bantul.
Ahmad Shidqi dalam pembinaannya menyampaikan bahwa ada empat indikator Moderasi Beragama, antara lain komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan akomodatif terhadap budaya lokal. Komitmen Kebangsaan dapat ditunjukkan dengan lebih mengutamakan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi.
Ahmad Shidqi juga mengatakan bahwa sebagai generasi penerus bangsa, anggota Rohis khususnya harus memiliki sikap toleransi atau saling menghargai setiap perbedaan yang ada. “Jangan sampai tidak ada toleransi dalam diri kita,” Kata Ashid, sapaan akrab Ahmad Shidqi.
Hal itu dapat ditunjukkan dengan sikap anti kekerasan, misalnya sebentar lagi akan memasuki bulan ramadhan banyak warung buka pada siang hari. Ketika sudah berniat puasa, maka tidak akan tergoda dengan warung yang buka pada siang hari. Pemaksaan atau kekerasan yang berdalih agama tidak dapat dibenarkan. Lebih baik memberikan masukan baik-baik tanpa adanya kekerasan seperti sweeping atau penutupan paksa warung makan yang buka pada siang hari.
Maka dari itu, akomodatif terhadap budaya lokal sangat diperlukan misalnya seperti kegiatan kebudayaan yang tidak sesuai dengan syariat contohnya orang yang membuat sesaji di pinggir pantai. “Kita sebagai manusia tidak berhak menghakimi,” kata Ashid.
“Kami harap di dalam diri adik-adik bisa menjalankan agama dengan sebaik-baiknya sehingga ke depan bisa menjadi lebih maju lagi, karena saat ini banyak pihak yang ingin memecah belah bangsa Indonesia dan kini sudah nampak karena kebanyakan cara untuk memecah belah melalui sara agama. Semoga acara ini mendapatkan berkah dari Allah SWT dan memberikan manfaat bagi kita semuanya,” pungkas Ashid.
Nur Wastuti Setyowati mengemas kegiatan ini dengan sangat menarik sehingga anak-anak tidak merasa bosan dengan materi yang disampaikan. " Seru tidak tegang, kita mendapatkan banyak ilmu dan menambah banyak wawasan yang sebelumnya kita tidak tau, mungkin selanjutnya kita bisa menerapkan apa yang kita dapat hari ini di sekolah," kata Safira Dia Azzahra salah satu siswa yang mengikuti kegiatan ini. (ev).