Upgrading Dan Refreshing Para Penyuluh Agama Dlingo
Bantul (KUA Dlingo) - Semangat untuk mencerahkan, mencerdaskan dan memajukan umat harus terus dipupuk di dada para penyuluh agama Islam dalam tugas kepenyuluhannya. Niat tulus, kiat cerdas dan semangat membara menjadi pemantik sukses membina masyarakat. Demikian pemaparan kepala Kantor Urusan Agama kapanewon Dlingo, Muhammad Hanafi, S,Ag, MSI dalam upgrading dan refreshing untuk memetakan kekuatan, peluang, hambatan dan tantangan kepenyuluhan di Dlingo, Sabtu (13/11).
Dlingo sebagai wilayah yang tengah dan terus berkembang, masyarakatnya memiliki karakter khusus yang unik. Nuansa persaudaraan, kebersamaan, kekompakan dan gotong-royong sangat kental di tengah warga, dan ini menjadi modal positif untuk terus dikembangkan. Masuknya budaya luar lewat dunia pariwisata dan teknologi informasi diharapkan mampu meluaskan wawasan, mencerdaskan pemikiran, menghadirkan keberkahan untuk kemajuan dan kemakmuran.
Berangkat dari hal inilah maka kehadiran para penyuluh agama Islam menjadi kebutuhan mendasar untuk mengawal dan menjaga relijiusitas masyarakat. Tugas para penyuluh untuk menepis ekses negatif, menghilangkan pengaruh buruk dan menghindarkan masyarakat dari kekeringan ruhiyah diniyah.
Acara digelar di rumah makan Mbok Sum yang ada di Mangunan Dlingo Bantul. Suasana lingkungan yang hijau alami, segar dan indah mampu menyegarkan para peserta. Hadir semua penyuluh agama Islam Dlingo, yaitu; dua penyuluh agama Islam fungsional, Ahmad Ristiyan, S. Fil I., Maryati, S.Ag dan delapan penyuluh agama honorer; Muyasyarotun Ni’mah, Rois Rohani Mahsun, S.Pd.I., Syamsul Huda, SHI., Marwanto, S.Pd.I., Suratno, S.Pd.I., Tarbiyatul Hasanah, S.Pd.I., Muhammad ‘Ainun Naim, S.Pd. dan Muhammad Fadlun, S.Pd.I. Turut membersamai untuk memberikan masukan dan pengalaman, H. Nur Abadi, S.Ag, MSI.
Dalam kesempatan ini kepala KUA Dlingo juga memberikan bekal kepada para penyuluh dalam berdakwah di atas mimbar, yaitu buku khutbah berbahasa Jawa yang diterbitkan oleh Dewan Masjid Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta. “Khutbah Jumat yang disampaikan dengan bahasa Jawa lebih dekat dan lebih “masuk” bagi masyarakat wilayah Dlingo. Ada nilai lokalitas dan kedekatan emosional”, jelasnya. (Hanafi)