Lompat ke isi utama
x
Kankemenag Bantul

Kakan Kemenag Bantul Menjadi Narasumber dalam Bimtek Pemotongan Hewan Kurban Bagi Takmir

Dikirim oleh Dendy Pramana.P pada 27 June 2022

Bantul (Kankemenag) – Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bantul (Kankemenag Bantul) H. Aidi Johansyah, S.Ag., M.M. menjadi narasumber bersama Dr. drh. Widagdo Sri Nugroho, M.P. dari Fakultas Kedokteran Hewan UGM dalam acara Bimbingan Teknis Pemotongan Hewan Kurban Bagi Takmir di Kabupaten Bantul yang diselenggarakan oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bantul di Aula Komplek Perkantoran Terpadu Pemda II, Senin (27/6).

Aidi Johansyah menyampaikan materi tentang Panduan Aman Penyembelihan dan Penanganan Daging Hewan Kurban di Tengah Wabah PMK Berdasarkan Fatwa MUI. Aidi mengatakan bahwa sumber hukum dari materi yang disampaikan berasal dari Surat Edaran Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2022 tentang Panduan Penyelenggaraan Salat Hari Raya Idul Adha dan Pelaksanaan Kurban Tahun 2022; dan Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah PMK; serta kajian Fiqih.

Menurut Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau dikenal dengan Foot and Mouth Disease adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yang sangat menular dan menyerang hewan berkuku genap/belah seperti sapi, kerbau, dan kambing.

PMK dengan gejala klinis kategori ringan adalah penyakit mulut dan kuku pada hewan yang antara lain ditandai dengan lesu, tidak nafsu makan, demam, lepuh pada sekitar dan dalam mulut (lidah, gusi), mengeluarkan air liur berlebihan dari mulut namun tidak sampai menyebabkan pincang, tidak kurus, dan dapat disembuhkan dengan pengobatan luka agar tidak terjadi infeksi sekunder, dan pemberian vitamin dan mineral atau herbal untuk menjaga daya tahan tubuh dalam waktu sekitar 4-7 hari.

PMK dengan gejala klinis kategori berat adalah penyakit mulut dan kuku pada hewan yang antara lain ditandai dengan lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan, dan menyebabkan kurus permanen, serta proses penyembuhannya butuh waktu lama atau bahkan mungkin tidak dapat disembuhkan.

Kankemenag

Aidi menjelaskan terkait hukum berkurban dengan hewan cacat, sakit atau terjangkit penyakit ditafsil. “Jika cacat atau sakitnya termasuk kategori ringan seperti pecah tanduknya atau sakit yang tidak mengurangi kualitas dagingnya, maka hewannya memenuhi syarat dan hukum kurbannya sah. Jika cacat atau sakitnya termasuk kategori berat seperti hewan dalam keadaan terjangkit penyakit yang membahayakan kesehatan, mengurangi kualitas daging, hewan buta yang jelas, pincang yang jelas dan sangat kurus maka hewan tersebut tidak memenuhi syarat dan hukum berkurban dengan hewan tersebut tidak sah,” jelasnya. (Dnd)